Rabu, 03 Februari 2016

Movie Review - A Copy Of My Mind : Berbicara Jujur tentang Keintiman Cinta dibalut Politik



Press Conference Plaza Indonesia XXI, 3 Februari 2016

Film ini sangat saya nantikan sekali kehadirannya,karena Joko Anwar yang terakhir mengangkat tema non horror-thriller itu di Janji Joni (2005) ,kembali menyutradarai genre drama lewat A Copy Of My Mind (2016).
Film ini agaknya sudah dari tahun lalu dipromosikan oleh mas Joko,namun karena harus unjuk gigi di Festival Internasional seperti 40th Toronto Internasional Film Festival,72th Venice Internasional Film Festival dan Busan Internasional Film Festival membuat ACOMM dipending jadwal releasenya ke Februari 2016 .

Melangkahkan kaki ke Plaza Indonesia XXI (3/2) dengan semangat 45',karena saya sebagai blogger dan para wartawan mendapatkan kehormatan untuk pertama kalinya hadir di pemutaran media screening ACOMM dan tentu dilanjutkan dengan konferensi pers.


Alek,Sari,dan gambaran kota Jakarta
A Copy Of My Mind menceritakan tentang wajah ibukota sekarang diwakili oleh karakter Sari (Tara Basro) dan Alek (Chicco Jericho).
Sari adalah perempuan lugu yang hobby menonton dvd serta memiliki impian untuk mempunyai home theatre,hari-harinya hanya dilewati dengan mengandalkan skill menjadi thyrapist di salon Yelo.Sedangkan Alex,pemuda sederhana dengan tampilan fisik menawan yang mengandalkan kecerdasannya dalam membuat subtittle dvd bajakan melalui google translate,ia tinggal dirumah si Bude (ibu kos yang dirawatnya) dengan gratis.
Lalu bagaimana kedua karakter ini bertemu?


Keintiman karakter Sari dan Alek
Ketika Sari komplen mengenai subttitle buruk ke toko dvd yang dibelinya,Alek ada disana dan merasa tertarik dengannya.Dengan iming-iming kosnya berisi banyak copyan dvd film-film dan Sari bisa dipinjamkannya,maka dari sanalah keintiman keduanya dimulai.Masalah muncul saat disalon barunya sang owner (Paul Agusta) menugaskan Sari untuk menjadi thyrapist seorang tahanan bernama Marni (Maera Panigoro),ini menyeretnya nanti pada kasus besar dimana gairah cintanya bersama Alek harus dipertaruhkan oleh kepentingan politik yang diselewengkan.

REVIEW
Bravo!
Satu kata ini saya ungkapkan untuk karya mas Joko Anwar,ACOMM.Awal yang baik tentunya untuk memulai trilogi kapsul waktu mengingat mas Joko sendiri pernah memberikan bocoran bakal adanya A Copy of My Soul lalu kemudian A Copy Of My Heart ,tentunya saya berharap sequelnya akan secharming Richard Linklater dengan Before Sunrise (1995),Before Sunset (2004) dan Before Midnight (2013).

Karya kelima dari mas Joko ini produksi perdana ph Lo-Fi Flicks,dikarenakan berhasil dalam Asian Project Market di Busan Internasional Film Festival 2014 dengan hadiah 150juta maka dimulailah produksi ACOMM ini dengan ikut serta Cj Entertainment didalamnya.Crew untuk film ini hanya berjumlah 20 orang dan mengandalkan waktu syuting 10 hari,akan tetapi persiapan dan membuat film ini benar-benar matang proses editing disana-sini membutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya,apalagi team Rooftop Sound mengisi 70 lagu untuk backsong film ini mulai dari jazz sampai dangdut tarling.
Ide ceritanya ditulis oleh mas Joko sendiri yang mana seperti ingin menjawab kegelisahannya dengan realita Jakarta saat ini.
Film ini memvisualisasikan segala sesuatunya secara natural mulai dari set lokasi syuting,kostum para pemain dan pemeran pendukung adalah masyarakat sekitar lokasi syuting.Pokoknya film berbeda dari karya mas Joko sebelum-sebelumnya.
"Saya ingin A Copy of My Mind jadi time capsule Jakarta,Indonesia,sekarang.Jadi nanti kita bisa melihat situasi Indonesia yang sebenar-benarnya saat ini,kapan saja kita mau mau melihat ke belakang" terang mas Joko.

BTS : Joko Anwar mengarahkan Tara dan Chicco
 Dari segi akting pemainnya hampir sebagian besar diarahkan dengan sangat baik,mas Joko mampu membuat para aktor/aktress yang terlibat difilm ini menguasai masing-masing karakternya.Tara Basro memang pantas menyabet Piala Citra 2015 untuk Aktris Pemeran Utama Terbaik karena perannya sebagai Sari disini benar-benar total dan terexplore dengan natural,apa adanya.Chicco Jericho yang sedang laris manis diawal tahun 2016 lewat Aach Aku Jatuh Cinta dan Terjebak Nostalgia,meskipun kita lihat hampir tema yang diusung sama yakni drama tapi peran yang dimainkan Chicco di ACOMM jauh lebih menantang dan itu sukses diperankannya.Chemistry Chicco dan Tara difilm ini ajib sangat dan mampu dibangun keduanya dengan sangat baik,adegan making love dan kissing lip to lip dimainkan keduanya tanpa rasa canggung.Memang untuk ukuran film Indonesia sekarang adegan vulgar tampak eksplisit masih terasa tabu,namun scene persetubuhan yang digambarkan film ini tetap pada pakem ceritanya,tidak asal tempel.
Lalu ada kehadiran Paul Agusta sutradara webseries Kisah Carlo (2016) yang meski tampil se'ndulit tapi perannya sangat nampol,dan nama Maera Panigoro yang sudah tidak asing didunia teater coba menjajal layar lebar dan hasilnya sangat bagus.Tidak ketinggalan kehadiran Ario Bayu bersama Ronny P Tjandra.

BTS: Pengambilan gambar Tara Basro disebuah pasar tradisional
Film ACOMM mengalir dengan jujur,apa yang disampaikan memang apa adanya,tentang bagaimana pacaran muda-mudi sekarang tak bisa dihindari yang namanya seks tanpa menikah bahkan kumpul kebo sekalipun.Sedangkan wajah dunia politik sekarang memang benar adanya sogok-menyogok sudah menjadi hal yang lumrah,tahanan ekslusif bisa mendapatkan fasilitas bak raja di sel penjara dan segala cara bisa dilakukan untuk membunuh lawan tanpa memainkan akal sehat.Semuanya itu adalah potret jujur Indonesia saat ini,maka saya sangat merekomendasikan film ini karena telah berani berbicara fakta nyata.

A Copy Of My Mind tayang 11 Februari 2016,bersiap untuk Rotterdam Internasional Film Festival 2016 dan mengisi Plaza Indonesia Film Festival Love Philosophy yang diselenggarakan mulai tanggal 9-12 Februari 2016.


Kunjungi : www.acopyofmymind.com



Senin, 01 Februari 2016

VISINEMA PICTURES MENANGGAPI SOMASI PLAGIARISME YUSRI FAJAR



Mewakili blogger KOPI (Koalisi Online Pesona Indonesia) saya mendatangi konferensi pers klarifikasi tentang Somasi penulis kumpulan cerpen Surat Dari Praha terhadap PT Visinema Pictures sebagai rumah produksi film Surat Dari Praha yang dihadiri Angga D Sasongko (sutradara) , Glenn Fredly (penata musik & soundtrack) dan Irfan Ramly (penulis skenario) di Filosofi Kopi Cafe-Jakarta Selatan.

Isu mengenai plagiarisme yang dilontarkan oleh Yusri Fajar seorang dosen Universitas Brawijaya Malang (UBM) terhadap film Surat Dari Praha kencang berembus beberapa saat lalu sebelum penayangannya di bioskop . Yusri mengatakan dalam temu media beberapa waktu yang lalu "Ceritanya dari yang saya lihat sama. Yakni berlatar belakang kondisi politik tahun ’65 dengan setting Praha. Media yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia juga sama yaitu suratpungkasnya.

Kini giliran PT Visinema Pictures membalikkan somasi kepada pihak Yusri Fajar dan kuasa hukumnya Farid Hamdani. 
"klaim soal telah dikirimnya somasi kepada kami (PT Visinema Pictures) oleh Yusri Fajar membuat kami merasa dirugikan serta terkesan pihak yang enggan diajak mediasi dan keras kepala . Padahal perlu. ditegaskan kami sama sekali tidak pernah menerima surat somasi resmi dari yang bersangkutan , hingga sekarang" pungkas Angga dihadapan para wartawan . 
Angga juga menunjukkan secara terbuka bukti bahwa filmnya Surat Dari Praha memiliki
legal standing sesuai perundang-undangan Hak Cipta Republik Indonesia .
"kami memiliki sertifikat hak cipta yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI Kemenkumham dan telah emndaftarkan paten Surat Dari Praha di kelas 41 film bioskop,kelas 9 tentang cakram digital dan kelas 16 terkait poster" jelasnya. 

Ide cerita dari film Surat Dari Praha sebenarnya sudah ada sejak proses produksi Cahaya Dari Timur : Beta Maluku (2014), namun Irfan Ramly selaku penulis skenarionya tidak menyangka kalau pemilihan judulnya malah merujuk pada karya tulis Yusri Fajar. 
"Fakta sejarah tidak bisa diklaim secara sepihak,ide cerita dari film Surat Dari Praha sudah ada sejak pembuatan Cahaya dari Timur dan menurut kami cerita dari apa yang difilmkan dengan karya tulis Yusri Fajar sangatlah berbeda"

Tuduhan kepada Glenn Fredly yang belakangan ramai dipemberitaan atas pelanggaran hak cipta dan plagiasi tidaklah tepat mengingat dirinya bukanlah penulis skenario maupun pencipta sinematography .Terkait hal ini bisa dikenakan pasal pencemaran nama baik .
 
Angga hanya menginginkan sikap dewasa dan itikad baik dari Yusri Fajar agar permasalahan ini dapat segera selesai.Pihak PT Visinema dan team merasa dirugikan bukan dirugikan dari segi materi disini,tapi lebih ke mencemarkan kreatifitas dari kru film Surat Dari Praha.
"Saya menunggu sikap saudara Yusri untuk membuka konferensi pers permintaan maaf dan tentunya meminta untuk menghapus data digital pemberitaan negatif tentang film kami dimedia televisi maupun online internet" tegas Angga.